Vigilante ID : Jeritan Di Penjara Mewah
Di balik bayang-bayang, Mika berdiri tenang. Seperti biasa, sebelum menjalankan misinya, Mika selalu mengenakan sarung tangan hitam yang melekat erat di tangannya. Kebiasaan itu sudah jadi ritual, memastikan tidak ada jejak yang tertinggal, terutama saat akan melakukan eksekusi.
Mika sudah mengamati jadwal pergantian penjaga. Pos jaga di dekat sel nomor dua belas, hanya dijaga dua orang sipir, yang biasanya saling mengawasi. Terkadang, mereka keluar untuk patroli singkat. Namun saat pergantian shift, biasanya penjaga menjadi sedikit lengah.
Dengan membawa tas kecil berisi alat-alat, Mika menyelinap lewat lorong yang menghubungkan ruang penyimpanan dengan area ventilasi udara di dekat pos jaga. Dia tahu ventilasi itu menjadi satu-satunya celah untuk mengacaukan sistem pengamanan tanpa terdeteksi kamera.
Mika membuka ventilasi. Dengan hati-hati, dia memasukkan alat semprot mini berisi gas anestesi berbasis eter volatil ke dalam saluran ventilasi.
Dua sipir yang berjaga tampak asyik mengobrol, sedikit santai karena sudah hampir pergantian shift. Mika menekan alat semprot perlahan, menyebarkan gas secara merata ke udara pos jaga.
Beberapa menit kemudian, kedua sipir mulai menunjukkan tanda-tanda lemas. Mika mengintip dari ventilasi dan melihat mereka terjatuh satu per satu, terkapar pingsan tanpa sempat berteriak.
Dengan cepat Mika menutup ventilasi dan berlari ke ruang ganti terdekat. Dia mengenakan seragam lengkap dengan badge palsu yang sudah dipersiapkan. Wajahnya dingin dan penuh tekad saat melangkah ke koridor sel mewah.
Pintu sel nomor 12 diketuk pelan. Seto Noriko menoleh, tersenyum ramah.
"Siapa lu?".
Mika menatap dingin, lalu tersenyum tipis.
"Saya sipir baru".
Seto masih tersenyum, "Oh ya? Apa keperluanmu?"
Mika santai menjawab,"Cuma pemeriksaan rutin dan memastikan semuanya sesuai aturan".
Seto mengangguk, "Oh,oke"
Mika mengangguk pelan.
Pintu dibuka perlahan. Namun sebelum Seto sempat bergerak, Mika dengan cepat mendorong dan menjatuhkan Seto. Seto berusaha melawan, tapi Mika sudah melumpuhkan tubuhnya dengan teknik ringkas.
Seto terkapar di lantai, napasnya tersengal.
Mika mengambil jarum suntik berisi ricin cair yang telah disiapkan, tangan Mika tetap mengenakan sarung tangan hitam yang sama.
Dengan tatapan tajam, Mika menusukkan jarum ke lengan Seto.
Seto menjerit kesakitan, dan berusaha melepaskan diri dari kuncian Mika. Wajahnya menunjukkan ekspresi tanda tanya dan kebingungan.
Sayangnya, jeritannya itu tidak terlalu berarti, karena penjara mewah ini dibuat Seto si koruptor ID card elektronik seperti kamar pribadi yang rapat, dan tidak terlihat seperti sel di dalamnya.
Jadi, teriakan dari dalam hampir tidak bisa terdengar jelas ketika pintunya ditutup.
Seto masih terengah, "Apa ini?"
Mika menatapnya dalam-dalam. Suaranya rendah, tenang, dan dingin seperti malam itu.
“Jika pemerintah dan hukum tidak bisa tegas, biar aku yang menghukummu.”
Tanpa berkata lagi, Mika bangkit dan berjalan keluar. Pintu sel dikunci kembali. Ia menyusuri lorong gelap dan sunyi, meninggalkan Seto Noriko yang masih tergolek bingung dan kesakitan.
Beberapa menit kemudian, Seto mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Awalnya perih di tempat suntikan. Lalu, perutnya melilit hebat. Ia terhuyung ke ranjang mewahnya, berkeringat dingin. Tubuhnya menggigil, mulutnya kering, dan rasa panas menjalar dari tenggorokan ke dada.
Ia mencoba bangkit, namun otot-ototnya melemas. Napasnya pendek-pendek. Jantungnya berdetak tak menentu.
“Ugh... aaakh... tolong... tolong...!”
Teriaknya menggema dalam sel mewah yang kini menjadi liang sakaratul mautnya. Ia menggedor jeruji dengan tenaga sisa, napas terengah, mata memerah dan panik.
“SIPIR! SI... SIIIPIR!!! TOLONG!”
Namun tak ada jawaban.
Di ruang jaga, dua sipir itu masih terkapar. Gas anestesi yang disemprotkan Mika membuat mereka tak sadarkan diri total. Bahkan jika mereka mulai siuman, kepala mereka akan terasa berat, dan gerakan mereka melambat karena efek eter yang belum sepenuhnya hilang.
Sementara itu, tubuh Seto mulai muntah darah. Ricin telah menyusup ke dalam aliran darahnya, menghancurkan sel-sel vital tubuhnya. Ginjalnya melemah. Hatinya membengkak. Paru-parunya menyempit. Racun itu menghalangi proses produksi protein dalam tubuh, dan tanpa protein, organ-organ mulai kolaps satu per satu.
Satu jam berlalu. Seto masih hidup, tapi tubuhnya merangkak di lantai dengan sisa-sisa tenaga. Muntah, darah, dan napas serak menjadi musik kematian yang terus berulang.
Empat jam kemudian, ia hanya bisa memandang langit-langit sel dengan mata nanar. Ia mulai sadar dan teringat kesalahannya. Tapi tak bisa berbuat apa-apa.
Malam itu, setelah berjam-jam dalam kesunyian yang mencekam, sipir akhirnya mulai membuka mata perlahan. Kepala terasa berat, pandangan masih kabur, dan tubuhnya gemetar lemah. Nafasnya tersengal-sengal, masih terpengaruh efek gas anestesi yang menyelimuti ruang penjagaan.
Dengan susah payah, ia mencoba duduk dan meraih senter di mejanya. Rasa pusing menusuk di kepala, membuatnya hampir terjatuh kembali ke kursi. Namun naluri penjaganya mendorong untuk segera memeriksa koridor dan sel tahanan.
Langkahnya terhuyung menuju sel nomor dua belas.
Di depan pintu besi yang terkunci rapat, sipir itu menghentikan langkah. Dia meraih gagang pintu, berusaha membukanya.
Sipir mulai mencari kunci untuk sel ini dan sayang sekali, dari beberapa kunci yang anda, hanya nomor 12 yang hilang.
Yaa,, sebelum pergi, Mika memang membuang kunci asli dan duplikatnya agar lama ditemukan, dia melemparkannya jauh dari sel, tepatnya di comberan di sekitar luar sel.
Detak jantung Sipir semakin cepat, kegelisahan menguasai. Dia mengetuk pintu, namun tak ada jawaban, hanya keheningan yang menyambut. Hatinya merasakan sesuatu yang salah.
Akhirnya, dengan susah payah, ia melangkah mundur, menatap lorong yang gelap, dan menyadari bahwa malam ini ada rahasia kelam yang takkan pernah terungkap oleh hukum.
Dengan rasa penasaran, sipir berlari ke arah ruang pengawasan cctv berada. Dan yang dia lihat hanyalah rekaman video tom and jerry yang telah diputar oleh Mika dengan durasi 5 jam dengan pengaturan berulang, setelah menghapus semua data cctv di hari itu dan mematikan semua kamera sebelum pergi.
Di balik pintu itu, Seto Noriko telah pergi, korban dari keadilan yang dijalankan oleh tangan tak terlihat. Mika, sang vigilante, telah menyelesaikan misinya dengan dingin dan tanpa jejak.
Malam itu, dunia tetap berjalan, tapi bayangan keadilan yang berbeda telah terukir dalam kesunyian penjara mewah itu. Dan di lorong gelap, Mika menghilang tanpa jejak, siap melanjutkan rencana di malam berikutnya.
Posting Komentar