Ketika Jenuh Dengan Sosial Media

Ketika Jenuh Dengan Sosial Media


Ketika Jenuh Sama Sosmed

Hampir tiap hari aku pake sosmed. Entah buat komunikasi, nyari info, atau sekadar scroll biar gak bosen. Tapi setelah sekian lama, rasanya sosmed tuh makin berubah seiring perkembangan zaman. Banyak yang dulu rame, sekarang tutup. Ada juga yang tetap bertahan tapi tampilannya udah beda banget.

Sekarang aku ngerasa mulai jenuh. Dulu, waktu teknologi lagi berkembang pesat, sosmed tuh masih punya tempat yang "bener". Kayak Facebook, dulu cuma buat interaksi antar teman. Timeline-nya bersih, isinya status-status orang yang kita kenal. Sekarang? Beranda penuh iklan, konten random, dan hal-hal yang kadang nggak jelas. Rasanya udah nggak se-‘bersih’ dulu.

Tapi ya mau gimana lagi. Sosmed sekarang udah jadi ladang bisnis. Monetisasi di mana-mana. Facebook misalnya, udah kayak pasar. Wajar sih, namanya juga platform gede, pasti pengen untung. Tapi dari sudut pandang pengguna, rasanya udah nggak personal lagi.

WhatsApp juga sama. Meskipun masih simpel, fitur story-nya kadang jadi tempat buat jualan, ngasih info, atau sekadar update, kayak bilang "eh ini loh gue lagi di sini", atau share kata-kata mutiara dari Google. Tapi ya itu hak orang. Kalau gak suka, tinggal di-mute atau gak dilihat aja.

Cuma kadang aku mikir, arah sosmed ini mau ke mana sih? Facebook misalnya, awalnya buat connect orang, sekarang bisa buat jualan, belajar di grup, sampe jadi tempat nipu juga gara-gara akun palsu. Banyak sisi baik, tapi juga banyak sisi nyebelinnya.

Mungkin karena aku udah ngalamin masa transisi dari era internet jadul ke sekarang, jadi rasanya sosmed sekarang udah gak sekeren dulu. Dulu lebih fokus, sekarang terlalu campur aduk. Bahkan konten-konten short video kayak TikTok atau YouTube Shorts bikin orang jadi males baca. Karena nonton video lebih gampang dan menarik, walau kadang isinya cuma hiburan doang, gak nambah wawasan.

Intinya sih, ini cuma unek-unek aja. Aku sadar semua ini bagian dari perkembangan zaman. Tapi tetap aja, kangen masa-masa sosmed masih ‘murni’ buat interaksi, bukan sekadar tempat jualan dan konten random.

Pengaruh Sosmed ke Mental

Sosial media sekarang ini sangat berpengaruh terhadap mental seseorang. Serius, jujur saya merasa lebih sehat di masa lalu ketika kita tidak terlalu tahu banyak tentang kehidupan orang lain.

Dulu, kita nggak sering melihat pameran kebahagiaan atau pencapaian orang lain di sosmed. Sekarang, sering kali sosmed digunakan untuk pamer, membagikan kebahagiaan, dan hal-hal lainnya. Nah, kadang-kadang, saya atau mungkin kamu yang lagi baca tulisan ini jadi kurang bersyukur dengan hidup sendiri setelah melihat pencapaian orang lain, entah itu dalam hal ekonomi, sosial, jabatan, atau bahkan pekerjaan dengan gaji tinggi dan kehidupan pengusaha sukses yang kaya raya.

Asli, di zaman dulu dengan keterbatasan teknologi, ada sisi positifnya untuk kesehatan mental. Karena informasi nggak sebanyak sekarang, kita nggak terlalu terbebani dengan perbandingan hidup. Jadi, jarang mikir berlebihan atau overthinking saat melihat postingan teman, kerabat, atau saudara.

Misalnya, saudara yang posting anaknya lulus cum laude, baru lamaran, sudah kerja jadi PNS, atau di perusahaan besar. Kadang hal seperti itu membuat kita merasa kurang kalau dibandingkan dengan pencapaian orang lain. Tapi, hidup itu kan sawang sinawang (lihat dari perspektif orang lain, selalu terlihat lebih baik), jadi sering kali yang diposting di sosmed itu jauh berbeda dengan kenyataannya.

Lalu ada juga, saya sih paling malas lihat bocil-bocil zaman sekarang yang masih umur 3-12 tahun sudah pegang HP. Entah pas jalan atau di tongkrongan. Beberapa anak di sekitar saya sudah megang HP dan tiktokan, kelihatannya mereka jarang bergerak. Malah kadang kelihatan seperti anak-anak itu menyia-nyiakan masa kecil yang seharusnya penuh eksplorasi.

Tapi ya, didikan orang tua kan beda-beda. Ada yang anaknya rewel, dikasih HP biar diem, karena orang tua mungkin merasa lebih mudah. Tapi ya, ini jadi perhatian karena anak-anak umur segitu seharusnya main fisik, bukan cuma duduk scroll TikTok sampe berjam-jam.

Jujur, saya sebagai orang dewasa juga sering kecanduan sosmed, tapi saya sering sadar juga kalau sudah terjebak dengan si SETAN GEPENG (smartphone). Rasanya sudah seperti berada di dunia masing-masing, kadang jadi nggak fokus saat diajak bicara karena kita sedang asyik melihat konten. Ini jadi terasa kurang menghargai lawan bicara.

Tren yang paling menjengkelkan adalah tren yang menurut saya bodoh. Misalnya, tren anak SMP atau remaja yang bikin video joget meliuk-liuk, gerakin badan tanpa rasa malu. Kadang mereka melakukannya tanpa pikir panjang, bahkan ada yang memakai pakaian yang tidak sesuai dengan konten yang mereka buat. Misalnya, wanita berjilbab yang joget goyangin badan, itu bikin saya merasa, "Astaga, ini sudah akhir zaman." Fenomena seperti ini makin banyak, mau di sosmed seperti Facebook, Twitter, Thread, atau TikTok (yang paling parah), semuanya ada.

Bahkan, TikTok pun beberapa orang anggap sebagai "KANDANG MONYET", karena komentar-komentar di konten seringkali sangat jahat, tanpa mikir. Ada yang bangga dengan aib, ada yang ngasih quote yang malah lebih ke arah ngawur ketimbang positif. Misalnya, ada yang bilang "Aku istri, bukan pembantu," lalu ada yang setuju dan malah memakai pernyataan itu sebagai pembenaran. Ini malah bisa jadi alasan buat mereka malas dan nggak mau gerak dalam aktivitas rumah tangga.


Oke kita sambung nanti lagi, pengen banget ga kecanduan sosmed juga, kayaknya emang pikiran yang lelah ini perlu healing dan detoks dari sosmed untuk sementara waktu. walaupun susah karen masih sering mantengin grup facebook sesuai dengan hobi. Atau umur ini sudah tambah Tua, jadi bersosmed rasanya semakin malas dan ngrasa kurang produktif kalau cuma liat shitpost atau share konten recehan.